Fsp NIBA SPSI Bali Berbagi Ke Panti Werdha Biaung

                                                      FSP NIBA SPSI Bali Berbagi Ke Panti Werdha Biaung PekerjaKramaBali 27052022, Pengurus ...

Tata Cara Mogok Kerja Yang Sah Sesuai Undang-Undang

Tata Cara Mogok Kerja Yang Sah Sesuai Undang-Undang


Mogok Kerja telah diatur berdasarkan UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
dimuat dalam pasal 1 angka 23 yaitu sebagai berikut : “Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan”.
Mogok Kerja hanya dapat dilakukan oleh pekerja,
dan harus direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama, serta dilakukan oleh lebih dari satu orang.

Tujuan Mogok Kerja adalah untuk memaksa perusahaan/majikan mendengarkan dan  menerima tuntutan pekerja dan/atau serikat pekerja,
caranya adalah dengan  membuat perusahaan merasakan akibat dari proses produksi yang terhenti atau melambat.

Sebelum melakukan Mogok Kerja pekerja harus memperhatikan beberapa peraturan perundangan, diantaranya :

  • Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK).
  • Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 368.Kp.02.03.2002 Tahun 2002 Tentang Prosedur Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan (Lock Out) (SE Menakertrans 368).
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep. 232/men/2003 Tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah (Kepmen 232).

Hal-hal penting yang terdapat dalam ketiga peraturan perundangan tersebut diatas :

1. “Mogok kerja merupakan hak dasar pekerja yang harus dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan” (Pasal 137 UUK jo. Pasal 2 Kepmen 232). Dengan demikian, untuk mewujudkan mogok kerja yang sah, tertib dan damai, sesuai ketentuan yang berlaku, ada kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan sebelum mogok kerja dilakukan :



a.      Undang Undang Ketenagakerjaan (UUK)


(1)   Pasal 139 UUK

Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain. (Pasal 139 UUK)

(2)  Pasal 140 UUK

    Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

    Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
  •         waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
  •         tempat mogok kerja;
  •         alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
  •         tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat
            pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
    Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
    Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara:
        melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
        bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.

 b. SE Menakertrans 368, mengatur tentang:


(1)   Dalam hal pekerja/buruh hendak melakukan mogok kerja atau pengusaha hendak mengadakan penutupan perusahaan (lock out), maka maksud tersebut harus diberitahukan dengan surat kepada pihak lainnya dan kepada Ketua Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4-D).

(2)   Dalam surat tersebut harus menerangkan dengan disertai bukti-bukti bahwa:

    telah diadakan perundingan yang mendalam mengenai pokok-pokok perselisihan dengan pihak lainnya yang diketua atau diperantarai oleh pegawai perantara atau;
  •     pihak lainnya menolak untuk mengadakan perundingan atau;
  •     pihak yang hendak melakukan tindakan telah 2 (dua) kali dalam jangka waktu 2 (dua) minggu tidak
        berhasil mengajak pihak lainnya untuk berunding mengenai hal-hal yang diperselisihkan;

(3)  Surat pemberitahuan rencana pemogokan pekerja dimaksud harus memuat:

  •     nama dan alamat penanggung jawab pemogokan;
  •      jumlah pekerja yang akan melakukan pemogokan;
  •     hal yang diperselisihkan dan tuntutan;
  •     hari, tanggal, jam dan lamanya pemogokan.

c.       Kepmen 232


(1)   melakukan mogok yang tidak sah (lihat Pasal 142 jo Pasal 139 dan Pasal 140 UUK).

Kepmen 232 mengatur akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah yaitu

a.      Pasal 6

    Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikualifikasikan sebagai mangkir.
    Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis.
    Pekerja/buruh yang tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka dianggap mengundurkan diri.

b.     Pasal 7

    Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikualifikasikan sebagai mangkir.
    Dalam hal mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.


2. Sanksi bagi pekerja/buruh yang melakukan mogok yang tidak sah diatur dalam Pasal 186 UUK yaitu kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama empat tahun. Ada pula denda paling sedikit Rp10 Juta, paling banyak Rp400 Juta.

3. menghalang-halangi pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melakukan mogok kerja yang sah (Pasal 143 ayat [1] UUK) atau menangkap/menahan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah (Pasal 143 ayat [2] UUK). Sanksi atas pelanggaran Pasal 143 UUK tersebut adalah pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta (lihat Pasal 185 ayat [1] UUK).



Selanjutnya apakah pekerja harus mendapatkan izin dari kepolisian apabila ingin melakukan aksi mogok kerja ?.

Pertanyaan ini sering menjadi pertanyaan para pekerja yang akan melakukan aksi mogok kerja.

Mengacu pada peraturan perundangan Ketenagakerjaa sebagaimana dibahas diatas maka sebelum melakukan mogok kerja,
maka yang wajib diberitahukan tertulis hanya pihak pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat,
karena tidak ada menyebutkan harus ada izin dari Kepolisian.
Hal ini berlaku apabila aksi mogok kerja yang lakukan hanya berupa aksi diam atau mogok (bolos kerja) bersama-sama, maka tidak perlu meminta izin dari kepolisian.

Tetapi jika mogok kerja dilakukan dengan aksi unjuk rasa atau melakukan konvoi dapat dikategorikan sebagai kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum.
Berdasarkan maka Pasal 5 jo. Pasal 6 Perkapolri No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum (“Perkapolri 9/2008”), penyelenggara kegiatan penyampaian pendapat di muka umum, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Pejabat Kepolisian setempat, sebelum kegiatan dilakukan.

Menurut Pasal 15 Perkapolri 9/2008, penyampaian pemberitahuan dilakukan kepada pejabat kepolisian serendah-rendah tingkat Polsek dimana kegiatan akan dilakukan dan pemberitahuan tersebut sudah harus diterima Kepolisian paling lambat 3 x 24 jam sebelum kegiatan dilakukan. Apabila surat pemberitahuan sudah diberikan sesuai ketentuan, maka berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf b Perkapolri 9/2008, pihak kepolisian berkewajiban segera menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dengan tembusan kepada satuan kepolisian yang terkait, instansi yang terkait, pemilik/lokasi tempat objek/sasaran penyampaian pendapat di muka umum.

Jadi, mogok kerja yang dilakukan tanpa melakukan aksi unjuk rasa atau pawai (kegiatan penyampaian pendapat di muka umum) cukup melakukan pemberitahuan tertulis kepada pihak pengusaha dan instansi ketenagakerjaan setempat. Tetapi, bila mogok kerja dilakukan dengan aksi unjuk rasa, maka harus memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak Kepolisian sebelum kegiatan dilakukan.


Perlu diingat bahwa yang dibutuhkan dari pihak kepolisian apabila pekerja akan melakukan mogok kerja yang disertai dengan unjuk rasa adalah surat tanda terima pemberitahuan (STTP), bukan surat izin. Artinya adalah pekerja cukup melayangkan surat pemberitahuan dan pastikan serah terima surat pemberitahuan dibubuhi tanda tangan oleh penerima surat di kepolisian. Hal ini penting apabila dikemudian hari pihak kepolisian tidak mau merespon surat tersebut atau tidak mau mengeluarkan STTP yang resmi, maka aksi tetap dapat berjalan dan sah.(*sumber;facebook-jatie-elgontory-sucipto)

Cuplikan UUK

Paragraf 2
Mogok Kerja

Pasal 137

Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

Pasal 138

(1) Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk
      mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.
(2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memenuhi atau
      tidak memenuhi ajakan tersebut.


Pasal 139

Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.



Pasal 140

(1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh
     dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi  
     yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:

      a.waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;

      b.tempat mogok kerja;

     c.alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan

    d.tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat
       buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.

(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat
     pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh
     perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.

(4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka demi
      menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara
      dengan cara:

      a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau

      b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.


Pasal 141

(1) Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.

(2) Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang
      ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan
      mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus
     dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang
     bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.

(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka
      pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.

(5) Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka
      atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau penanggung jawab
      mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama
      sekali.

Pasal 142

(1) Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan
     asal 140 adalah mogok kerja tidak sah.

(2) Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur dengan
     Keputusan Menteri.

Pasal 143

(1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk
      menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.

(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus
      serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan
      peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 144

Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang:

a.mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau

b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus
    serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.


Pasal 145

Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.
(*sumber;hukum.unsrat.ac.id)

1 komentar:

  1. Its like you read my thoughts! You seem to understand a lot approximately this, such as you wrote the book in it or something. I believe that you can do with a few percent to pressure the message house a bit, however instead of that, this is magnificent blog. A fantastic read. I will definitely be back. gmail sign in

    BalasHapus

Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Komunitas pekerjakramabali.com. Admin berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.

Admin berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.